& Hamba Allah

Rabu, 30 Desember 2015

Wanita setengah bidadari




Hari ini ketika aku menengok seseorang di rumah sakit, teman ayahku yang sedang terbaring di atas ranjang putih beserta jarum yang menusuk pergelangan tanggannya semakin emnambah suasana yang agak berbeda. Bau meyengat dari bercampur baurnya semua obat menjadi satu. Aku terlihat oleh sosok wanita yang berada disebelah sang tema ayahku yang terduduk tanpa suara, tanpa gerak-gerik, tanpa sorotan mata tajam menandakan bahwa ia sedang lemah baik raga dan semoga jiwa tak demikian. Wanita yang berbaju agak kusam dengan balutan kerudung menutup dada, tangan-tangan yang mulai keriput selalu engelus dan meletakkan tangannyake badan sang lelaki tak kekar lagi itu, sakit yang dirasakan oleh lelaki tersebut adalah  berupa stroke sebelah, dimana untuk menggerakkan badan saja masih diusahakan. Hanya gerak bibir dan suara yang tak jelas itu menjadikan acuan , dan bagaimana berbicara kepada isterinya, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dibantu. Hanya sengatan dan persepsi seorang isteri yang begitu tajam yang mengerti akan makna dari suara hati sang suami.
Kadang kala jika apa yang diinginan oleh sang suami salah, ia bias berteriak kecil, karena mulut tak mnegizinkan ia berbicara dengan fasih. Seperti ayalnya seorang yang bisu. Rambut yang memutih semuanya menajdi tanda semakin tuanya seseorang. Sang suami emmint duduk, sang isteri pun dengan sigapnya menganggat sendiri raga sang suami dengan raut muka penuh kesabaran dan keikhlasa apa yang telah dialami oleh suaminya. Begitu sabarnya hingga ia beruapaya untuk emngerti dengan penuhnya apa yang diinginkan oleh suaminya. Raut mukany dan sorotan mata sang isteri selalu tertuju kepada sang suami, dan sesallu mengelus dan memijat ringan anggota badan sang suami. Tak pernah lelah kuliha dari raut mukanya.
Ternyata yang menemani sang isteri tersebut adalah isteri pertama dari dang suami, sang suami yang tua itu ternyata memiliki istri muda. Tetapi yang kulihat dalah. Hanya seorang isteri tertua dan pertama yang selama ini merawatnya. Dimana sang isteri muda? Isteri kedua? Apa yang sedang dilakukannya saat ini? Itulah yang menghuam hati ini, hatiku penuh tanda Tanya. Begitu sabarnya isteri pertama ini kulihat mengurus segala keperluan sang suami.
Begitu sedih ku melihat. Tetapi dilain hal itu merupakan tolak ukur. Wabhwa sang suami dan isteri walaupun sedih dan bahagia harus ssaling elengkapi, saling menemani, saling memabnut, saling mnyayangi. Tak ayalnya tolak ukur bukanlah batas usia. Tap bagaimana kita saling melengakapi  perbedaan ini hingga kita bertemu kembali keapda Sang Maha Pemberi Cinta. Menajdikan keluarga sebagai jalan menuju keridhoan Allah, sebagai jalan menuju akhirat.
Aku begitu terharu, hati dan air mataku ngin segera menetes saat itu.tapi aku mencoba untuk menahan. Biarlah ahtiku merasakan rasa ini. Mataku mulai berbinar. Tapi kuberusaha menahannya. Begitu sangat ku merakasakn empati itu. Raut muka antar keduanya saling menjelaskan bahwa hidup memang harus berbagi , adanya hak dan tanggung jawab yang dipngkul bersama, dan bersama mejalaninya.
Ucapa syukur segera kuucapkan dari bilik bibir tipisku. Raut mukaku begitu tercenangang dan terkejut tatkala aku tau bahwa masih ada wanita yang sudah disakiti teapi ia amasih bias maafkan dengan caranya merawat dan menerima keadaan suaminya walaupun ia diduakan.
Alhamduilllah yang kruasakan saat ini hanya mengucap syukur, masih diberi kesehatan, dapat mgnhirup udara dengan nyamannya, dapat berkumpul dengan anggota keluarga yang lengkap,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perihal Rindu.... Rindu 1 (Curhat) Perihal Rindu.... Begini ya rasanya jatuh cinta😊... Kadang menangis, sedih, bahagia, cemburu, ka...